Monday, October 5, 2015

Tarikh Syiah 5




Golongan Itsna 'Asyariyah percaya bahwa kedua belas imam tersebut adalah maksum (manusia-manusia suci). Apa yang dikatakan dan dilakukan mereka tidak akan bertentangan dengan kebenaran karena mereka selalu dijaga Allah SWT dari perbuatan-perbuatan salah dan bahkan dari kelupaan.
Menurut Syiah Dua Belas, jabatan imamah berakhir pada Imam Muhammad al-Muntazar bin Hasan al-Askari. Sesudah itu, tidak ada imam-imam lagi sampai hari kiamat. Namun, Imam Muhammad al-Muntazar bin Hasan al-Askari ini atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Mahdi, diyakini belum mati sampai saat ini. Menurut mereka Imam Mahdi masih hidup, tetapi tidak dapat dijangkau oleh umum dan nanti pada akhir zaman Imam Mahdi akan muncul kembali. Dengan kata lain, Imam Muhammad al-Muntazar diyakini gaib.
Menurut Syiah Dua Belas, selama dalam masa kegaiban Imam Mahdi, jabatan kepemimpinan umat, baik dalam urusan keagamaan maupun urusan kemasyarakatan dilimpahkan kepada fukaha (ahli hukum Islam) atau mujtahid (ahli agama Islam yang telah mencapai tingkat ijtihad mutlak). Fukaha atau mujtahid ini harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, faqahah, yaitu ahli dalam bidang agama Islam. Kedua, 'adalah (adil), takwa, dan istiqamah (konsisten) dalam menjalankan aturan-aturan agama. Ketiga, kafa'ah, yaitu memiliki kemampuan memimpin dengan baik. Mujtahid atau fakih yang menggantikan jabatan Imam Mahdi itu disebut na'ib al-imam, atau wakil imam. Ayatullah Rohullah Khomeini, misalnya, adalah salah seorang na'ib al-imam tersebut.
Sebagai sekte Syiah terbesar, kelompok Syiah Dua Belas sebenarnya bukan golongan Imamiyah atau golongan yang hanya memusatkan perhatian pada persoalan imamah semata, tetapi juga merupakan golongan yang terlibat aktif dalam pemikiran-pemikiran keislaman lainnya seperti teologi, fikih dan filsafat. Dalam teologi, sekte Itsna 'Asyariyah ini dekat dengan golongan Muktazilah, tetapi dalam persoalan pokok-pokok agama mereka berbeda. Pokok-pokok agama menurut Syiah Dua Belas ini adalah at-tauhid (tauhid), al-'adl (keadilan), an-nubuwwah (wahyu, kenabian), al-imamah (kepemimpinan), dan al-ma'ad (tempat kembali setelah meninggal). Sementara itu dalam bidang fikih, mereka tidak terikat pada satu mazhab fikih mana pun. Menurut sekte ini, selama masa kegaiban Imam Mahdi urusan penetapan hukum Islam harus melalui ijtihad dengan berlandaskan pada Al-Qur'an, hadis atau sunah Nabi Muhammad SAW, hadis atau sunah Imam Dua Belas, ijmak, dan akal.
Sekte Ismailiyah, sekte terbesar kedua dalam golongan Imamiyah, adalah golongan yang mengakui bahwa Ja'far as-Sadiq telah menunjuk Isma'il, anaknya, sebagai imam penggantinya sesudah ia wafat. Akan tetapi, karena Isma'il bin Ja'far as-Sadiq telah meninggal lebih dahulu maka sebenarnya penunjukan itu dimaksudkan kepada anak Isma'il, yaitu Muhammad bin Isma'il. Muhammad bin Isma'il lebih dikenal dengan sebutan Muhammad al-Maktum (Ar.: al-maktum = menyembunyikan diri). 
Golongan Ismailiyah berpendapat, selama seorang imam belum mempunyai kekuatan yang cukup untuk mendirikan kekuasaan maka imam tersebut perlu menyembunyikan diri; baru setelah merasa cukup kuat ia akan keluar dari persembunyiannya. Selama masa persembunyiannya itu, sang imam memerintahkan utusan-utusannya untuk menggalang kekuatan. Oleh karena itu, beberapa imam sesudah Muhammad al-Maktum selalu menyembunyikan diri sampai masa Abdullah al-Mahdi yang kemudian berhasil mendirikan dan menjadi khalifah pertama Dinasti Fatimiyah di Mesir. Imam yang menyembunyikan diri ini disebut al-imam al-maur.
Sebagian dari penganut sekte ini percaya bahwa sebenarnya Isma'il bin Ja'far tidak meninggal dunia, melainkan hanya gaib dan akan kembali lagi ke dunia nyata pada akhir zaman. Mereka disebut sekte as-Sab'iyah atau golongan yang mempercayai tujuh imam. Untuk sekte ini, imam terakhir adalah Isma'il bin Ja'far.
Golongan Ismailiyah sampai saat ini masih ada, namun jumlah mereka sedikit sekali. Pengikut sekte ini terutama di India. Aga Khan adalah salah seorang imam Ismailiyah.

Kaum Gulat.

Kaum Gulat adalah golongan yang berlebih-lebihan dalam memuja Ali bin Abi Talib atau imam-imam lain dengan menganggap bahwa para imam tersebut bukan manusia biasa, melainkan jelmaan Tuhan atau bahkan Tuhan itu sendiri. Menurut al-Bagdadi, kaum Gulat telah ada sejak masa Ali bin Abi Talib. Mereka memanggil Ali dengan sebutan "anta, anta" yang berarti "engkau, engkau". Yang dimaksud di sini adalah : engkau adalah Tuhan. Menurut al-Bagdadi, sebagian dari mereka sempat dibakar hidup-hidup oleh Ali bin Abi Talib. Tetapi pemimpin mereka, Abdullah bin Saba, hanya dibuang ke Madain.